Di Sumatera Utara terdapat 3 daerah penghasil kopi terbesar yaitu Dairi, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara. Sedikit berbagi tentang sejarah awal tanaman kopi, dimana kopi ternyata bukan tanaman asli Indonesia melainkan dibawa oleh pemerintah kolonial. di daerah di Sumatera Utara tanaman kopi dikenal dengan cara yang berbeda, dengan cara perkebunan ataupun milik pribadi.
Pada awalnya penanaman kopi di Sumatera Timur hanya bersifat percobaan. Pada tahun 1865 dan 1866, Mots dan Breker (Swiss), dan seorang pengusaha onderdeming Jerman, B.Von Mach mencoba melakukan penanaman kopi tetapi dalam jumlah sedikit karena tanaman utama pada saat itu adalah tembakau, pala dan kelapa. Penanaman serius terhadap tanaman kopi di Sumatera Timur terjadi pada tahun 1880 oleh para pengusaha onderdeming. Penanaman kopi menjadi prioritas karena penanaman tembakau tidak berhasil dengan baik. Percobaan penanaman kopi tersebut disebabkan karena pada tahun 1891 terjadi krisis dunia yang mengakibatkan dikuranginya luas tanah penanaman tembakau. krisis tembakau tersebut mengakibatkan dilakukannya usaha peningkatan penanaman tanaman perdagangan baru yang mempunyai prospek ekspor yang baik di pasaran dunia.
Penanaman kopi di Sumatera Timur ditanam di areal bekas tanaman tembakau Deli yang kurang baik. Jenis kopi yang ditanam pada awalnya di Sumatera Timur adalah hampir seluruhnya dari jenis Liberika. Pada tahun 1880 di Sumatera Timur ada 7 perkebunan yang menanam kopi selain tembakau, yaitu di Serdang, di Deli St.Chyr, Marindal, Gedong Johor, Bekalla, dan Padang Bulan. Pada akhirnya, penanaman tanaman keras tersebut tidak hanya dilakukan oleh para pengusaha onderdeming. Penanaman tanaman keras tersebut termasuk kopi tersebut mempengaruhi kaum aristokrat. Kaum aristokrat Deli juga menanami lahan-lahan mereka dengan tanaman ekspor. Pada tahun 1897 di Batubara dan Pedagai dilakukan penanaman kopi oleh orang Batak. Mereka menanam dengan cara tumpang sari dimana padi ditanam diantara pohon kopi tersebut. Pada tahun 1898 di Serdang telah terdapat 16 perkebunan kopi, di Asahan sebanyak 6, Langkat 4, di Padang Bedagai 2 dan di Batubara 4. Tetapi pada tahun 1901, saingan dari kopi Brasil dan datangnya wabah penyakit kopi di Sumatera Timur mengakibatkan penanaman kopi tersebut mengalami kegagalan. Setelah beberapa tahun kemudian penanaman kopi tersebut dihentikan di Serdang, terkecuali di daerah Kotangan dan Sei putih, tanaman kopi dengan jenis Liberika dan Robusta masih dapat ditemukan. Pada tahun 1901, komoditas kopi tersebut digantikan dengan percobaan penanaman karet. Alasan lain dihentikannya penanaman kopi di Serdang adalah karena datangnya wabah penyakit kopi. Sejak saat itu, Penanaman kopi di Sumatera Timur tidak banyak diminati karena justru pada saat itu pengusaha-pengusaha perkebunan besar sedang menanam karet jenis Havea Brasiliensis di perkebunan-perkebunan mereka yang ternyata mempunyai prospek yang sangat baik. Penanaman komoditas karet menguntungkan sekali sehingga banyak perkebunan kopi kemudian dijadikan perkebunan karet.
Di daerah Tapanuli, penanaman kopi tidak dikenal melalui sistem perkebunan seperti di Sumatera Timur. Perkebunan kopi dikenal melalui sistem Tanam Paksa, yang merupakan bagian dari maklumat Pemerintah “Plakat Panjang” (1833) yang salah satu isinya adalah mengharuskan masyarakat Sumatera Barat termasuk keresidenan Tapanuli untuk menanam kopi dan kerja rodi. Setiap KK diwajibkan untuk menanam 500 batang kopi Arabika. Hasil kopi itu harus dijual ke gudang pemerintah dengan harga Rp 10,- sampai Rp 15,- sepikul Sistem perkebunan di daerah Tapanuli tidak berkembang juga dikarenakan tanah di daerah tersebut merupakan tanah adat yang dimiliki oleh marga. Setiap orang yang ingin membuka perkebunan harus terlebih dahulu meminta izin kepada marga-marga tersebut. Masyarakat bersama-sama para misionaris juga mengadakan perlawanan terhadap para pengusaha onderdeming, sehingga pada saat ini, tidak ada satu onderdeming pun yang benar-benar dikembangkan walaupun telah dibuat peta-peta perbatasan untuk sewa tanah jangka panjang.
Di daerah Tapanuli Utara selain diperkenalkan oleh kolonial, tanaman kopi juga diperkenalkan oleh zending Batakmission pada tahun 1873 melalui program Culturarbreit yaitu upaya penggalakan penanaman tumbuhan budidaya yang akan dijadikan komoditas ekspor. Salah satu komoditas tersebut adalah kopi. Program ini dilakukan oleh Batakmission untuk menunjang pekerjaan para zending dan juga untuk kemandirian para masyarakat Batak. Tetapi, penanaman kopi yang paling berhasil di keresidenan Tapanuli adalah di daerah Tapanuli Selatan, karena kondisi geografis Tapanuli Selatan yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman kopi. Sementara di Tapanuli Utara merupakan daerah yang tandus. Sehingga keberhasilan penanaman kopi tidak seperti di Tapanuli Selatan. Hal ini mengakibatkan perpindahan penduduk dari Tapanuli Utara ke luar Tapanuli Utara mencari daerah yang lebih subur untuk membuka lahan pertanian yang baru termasuk Dairi. Mereka pun mengolah lahan kosong di Dairi menjadi ladang kopi.
Powered by Blogger.
umur saya sudah mencecah 70an saya pernah lihat batang kopi sebesar batang kelapa, nenek saya dulu pernah bilang, yang kopi itu di
tanam beliau semasa beliau berumur 16 tahun, kira kira tahun 1920 beliu sudah menanam kopi, di sumatra barat
Izin share